Jakarta – Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra mengkritisi upaya Kelompok Petisi 100 yang menginginkan pemakzulan pada Presiden Joko Widodo menjelang Pemilu 2024 sebagai langkah yang tidak sesuai dengan konstitusi. Menurutnya, hal ini bertentangan dengan Pasal 7B UUD 1945.
Sebagaimana telah dilaporkan, anggota Petisi 100 baru-baru ini bertemu dengan Menkopolhukam, Mahfud Md untuk menyampaikan keinginan agar Pemilu dilaksanakan tanpa kehadiran Presiden Jokowi. Mereka berharap pemakzulan dapat terjadi dalam waktu satu bulan sebelum 14 Februari 2014.
Yusril menegaskan bahwa proses pemakzulan tidak mungkin dilakukan dalam waktu singkat. Proses ini melibatkan langkah dan waktu yang tidak singkat, dimulai dari DPR yang harus menyatakan bahwa Presiden melanggar Pasal 7B UUD 45 dengan melakukan tindak pidana berat, pengkhianatan terhadap negara, atau perbuatan tercela lainnya.
Menurut Yusril, tanpa penjelasan yang jelas mengenai pelanggaran Pasal 7B UUD 45 oleh Presiden, pemakzulan tersebut dianggap sebagai langkah yang tidak sesuai dengan konstitusi.
Selain itu, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) ini menyoroti bahwa persiapan DPR untuk mencapai kesimpulan mengenai pelanggaran tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan. Bahkan jika DPR setuju, pendapat mereka harus diperiksa dan diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca Juga: KPU: Format Debat Keempat Pilpres 2024 Tetap Sama
Proses tersebut tidak berhenti di situ. Jika MK memutuskan bahwa pendapat DPR sah dan meyakinkan, DPR harus mengusulkan pemakzulan kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). MPR kemudian akan memutuskan apakah Presiden akan dimakzulkan atau tidak.
Yusril memperkirakan bahwa proses pemakzulan paling cepat akan memakan waktu enam bulan, yang berarti pemakzulan tidak akan selesai sebelum Pemilu pada 14 Februari.
Ia juga mencatat bahwa jika proses pemakzulan dimulai sekarang, risiko kegagalan pelaksanaan Pemilu dan kekosongan kekuasaan bisa terjadi. Ia merasa heran dengan kunjungan tokoh-tokoh yang ingin memakzulkan Presiden kepada Menko Polhukam, yang juga merupakan calon Wakil Presiden dalam Pilpres 2024. Menurutnya, mereka seharusnya menghubungi fraksi-fraksi DPR yang punya keinginan menindaklanjuti permintaan mereka.
Sebagai tambahan, Yusril menilai upaya pemakzulan Presiden sebagai gerakan inkonstitusional yang dapat memperkeruh suasana politik menjelang Pemilu 2024. Hingga saat ini, DPR tidak menunjukkan inisiatif apapun terkait pemakzulan. Keinginan Politisi dari PDI-P, Masinton Pasaribu untuk melakukan angket atas Putusan MK No. 90/PUU-XXI/2023 juga kehilangan dukungan.
Dalam menghadapi situasi ini, Yusril mengajak masyarakat untuk fokus pada suksesnya Pemilu, baik Pemilihan Legislatif (Pileg) maupun pilpres. Ia berharap agar peralihan jabatan Presiden pada 20 Oktober 2024 berlangsung secara damai dan demokratis sesuai dengan UUD 1945.