Unaaha – Mungkin bagi sebagian orang saat membaca judul berita ini akan menganggap sebuah lelucon yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin ikan yang hampir tiap hari kita konsumsi, bahkan bisa menjadi menu yang setiap saat ada dimeja makan dikatakan wajib bersertifikat. Sementara sertifikat identik dengan lembaran kertas dari instansi yang berwenang sebagai bukti kebenaran suatu kejadian atau kepemilikan.
Tidak berbeda jauh dengan defenisi sertifikat yang diketahui. Bedanya, sertifikat ikan diberikan apabila ikan tersebut telah melalui prosedur yang telah ditentukan, mulai dari pra produksi hingga pasca produksi. Dalam pengertiannya benih ikan adalah ikan dalam umur, bentuk, dan ukuran tertentu yang belum dewasa, termasuk telur, larva, dan biakan murni alga.
Benih ikan dapat dihasilkan dengan beberapa metode, seperti penangkapan di alam, pemijahan, atau pembuahan buatan. Pemilihan benih dalam budidaya ikan akan sangat mempengaruhi hasil pembesaran ikan konsumsi yang dibudidayakan.
Sebelum dilakukan pembenihan, perlu ada sebuah proses seleksi benih dengan tujuan untuk memilih benih berkualitas baik, sehingga akan dapat menghasilkan kualitas serta kuantitas benih ikan yang baik.
Seleksi benih dengan sih sebenarnya, pelabelan sertifikasi dari kementrian yang dilakukan untuk mendapatkan hasil bibit unggul, sehat, dan tidak cacat melalui seleksi benih memang sangat diperlukan saat kegiatan budidaya ikan.
Karena keberhasilan usaha budidaya perikanan ditentukan oleh ketersediaan benih yang berkualitas dan bersertifikasi yang akan memengaruhi pertumbuhan ikan secara baik.
Dalam melaksanakan kegiatan usaha perikanan budidaya yang berkelanjutan (sustainable) pastinya penerapan tata cara budidaya ikan yang bertanggung jawab harus dimulai dari kegiatan sertifikasi pembenihan. Selain mempertahankan keturunan dan asal usul ikan, jumlah larva ikan dari indukan yang bersertifikasi sangat melimpah.
Tentu dengan adanya calon indukan yang bersertifikasi merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha budidaya perikanan yang sangat menguntungkan bari pada pembudidaya ikan di sektor pembenihan dan pembesaran ikan.
Maka di dalam kegiatan usaha pembenihan ikan, harus diterapkan teknik pembenihan sesuai dengan standar dan prosedur pembenihan ikan yang baik dan benar.
Pengamat ekonomi perikanan dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto Teuku Junaidi mengingatkan pentingnya sertifikasi mutu benih ikan untuk menyukseskan program budidaya ikan di daerah.
“Pemda harus membuat satuan kerja sertifikasi mutu di wilayah, khususnya jika sudah banyak usaha budidaya ikan,” katanya di Purwokerto
Menurut Soedirman, sertifikasi induk dan benih yang ada selam ini belum berjalan dengan maksimal, artinya pelaksanaan di lapangan secara umum belum dapat dianggap jadi kebutuhan dasar. Padahal di era globlisasi dan persaingan terhadap mutu produk seperti saat ini, petani harus bisa berkerja dengan standar mutu.
Selain itu yang perlu diperhatikan dalam rangka menyukseskan budi daya perikanan, adalah ketersediaan benih unggul dan pakan yang berkualitas untuk peningkatan pertumbuhan yang optimal serta harga yang terjangkau oleh petani.
Apa itu Sertifikasi Mutu Benih Ikan?
Sertifikasi benih adalah sebuah rangkaian pemeriksaan dan pengujian dalam rangka penerbitan sertifikat mutu benih. Tujuan dari sertifikasi ini adalah untuk memberi jaminan kualitas mutu benih yang akan unggul serta melindungi masyarakat atau konsumen pengguna benih dari peredaran benih palsu dan bermutu tidak baik.
Ada beberapa alasan kenapa menggunakan benih bermutu, diantaranya:
- Menghasilkan bibit lebih sehat dengan akar yang banyak.
- Menghasilkan banyak kecambah dan tumbuh lebih seragam.
- Ketika ditanam pindah, bibit dari benih kualitas baik dapat tumbuh lebih cepat dan tegar.
- Memberikan hasil yang banyak dengan kualitas lebih baik.
Jenis Sertifikat Dalam Usaha Perikanan
Sertifikat dalam usaha perikanan dapat merujuk pada berbagai jenis sertifikat yang diberikan untuk mengakui dan mengelola aspek-aspek tertentu dalam industri perikanan.
Penting untuk dicatat bahwa sertifikat-sertifikat ini sering kali dikeluarkan oleh organisasi atau badan sertifikasi independen. Dengan adanya sertifikat maka dapat memberikan keuntungan dalam pemasaran produk, meningkatkan kepercayaan konsumen, dan memenuhi persyaratan peraturan tertentu dalam industri perikanan.
Berikut beberapa contoh sertifikat yang mungkin relevan dalam konteks usaha perikanan:
1. Sertifikat Kesehatan
Sertifikat kesehatan ikan untuk yang konsumsi oleh manusia telah diatur pada Pasal 21 UU No 31/2004 tentang Perikanan. Sertifikat kesehatan dikeluarkan oleh laboratorium yang ditunjuk oleh pemerintah yang menyatakan bahwa ikan dan hasil perikanan telah memenuhi persyaratan jaminan mutu serta keamanan untuk dikonsumsi manusia.
Sejumlah persyaratan yang wajib dipenuhi untuk mendapatkan sertifikat kesehatan ikan diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 52A/KEPMEN-KP/2013 yakni hygienis, menerapkan persyaratan dalam mencegah adanya bahaya biologi, kimia dan fisik , menerapkan persyaratan pengendalian suhu dengan menjaga rantai dingin, karyawannya sudah terlatih dalam menerapkan sanitasi dan higiene pangan, memastikan bahwa karyawan tidak sedang menderita atau menjadi pembawa penyakit jenis tertentu.
Sejak UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diundangkan, maka sesuai dengan pembagian urusan pemerintahan konkuren pemerintah pusat, pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten, pada huruf Y, sertifkat kesehatan ikan (sertifikat karantina dan sertifikat mutu) menjadi kewenangan penuh pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan (Badan Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan /BKIPM).
2. Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan
Sertifikat Hasil Tangkapan Ikan (SHTI) atau catch certificate adalah sebuah surat keterangan yang di dalamnya menyatakan bahwa ini merupakan hasil perikanan yang diekspor, bukan dari kegiatan illegal, unreported and unregulated (IUU) Fishing. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 13/PERMEN-KP/2012 ini dibuat untuk memenuhi persyaratan perdagangan ikan ke negara Uni Eropa dan dalam rangka mencegah, mengurangi dan memberantas IUU Fishing.
SHTI ini diterbitkan oleh Dirjen Perikanan Tangkap selaku Otoritas Kompeten untuk hasil tangkapan ikan di laut dari kapal penangkap ikan Indonesia dan kapal penangkap ikan asing yang akan diekspor, baik langsung maupun tidak langsung ke negara Uni Eropa. Jadi, untuk ikan yang ditangkap oleh kapal tanpa dokumen , menggunakan alat tangkap yang tidak sesuai, atau melanggar ketentuan perundang-undangan, tidak bakal memperoleh sertifikat ini.
3. Sertifikat Kelayakan Pengolahan
Sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) adalah sertifikat yang diterbitkan kepada pelaku usaha pengolahan ikan yang sudah menerapkan cara pengolahan ikan dengan baik.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 72/PERMEN-KP/2015 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Kelayakan Pengolahan, pasal 5 s/d pasal 7 SKP meyatakan SKP diterbitkan oleh Dirjen Penguatan Daya Saing KKP apabila usaha pengolahan telah memenuhi persyaratan antara lain permohonan pelaku usaha, adanya rekomendasi dari pemerintah daerah, kesesuaian aspek teknis dan admninistratif. Perlu diketahui bahwa SKP ini tidak dipungut biaya.
4. Sertifikat Penerapan HACCP
Selain sertifikat kelayakan pengolahan (SKP) yang telah disebutkan, produk perikanan juga wajib mempunyai Sertifikat Penerapan Hazard Analizys Critical Control Point (HACCP) atau Program Penerapan Manajemen Mutu Terpadu (PMMT.
Sertifikat ini diberikan kepada unit pengolahan ikan yang telah menerapkan manajemen keamanan hasil perikanan yang ditujukan untuk mengidentifikasi bahaya (hazard) yang kemungkinan terjadi dalam persediaan rantai makanan.
Sertifikat penerapan HACCP diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 51/PERMEN-KP/2018 tentang Persyaratan dan Tata Cara Penerapan Program Manajemen Mutu Terpadu.
5. Sertifikat Benih Ikan
Sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing hasil perikanan Indonesia, Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 35/PERMEN-KP/2016 Tentang Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB).
Sertifikat CPIB ini dapat diberikan pada unit usaha pembenihan ikan apabila telah sesuai dengan persyaratan teknis yang dimaksud (dokumen, sarana, dan prasarana), keamanan pangan serta lingkungan.
Sertifikat yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (DJPK) Kementerian Kelautan dan Perikanan ini begitu penting untuk dimiliki oleh pelaku usaha pembudidaya ikan. Khususnya pelaku yang mengembangkan pengiriman ikan, baik domestik maupun ekspor.
Dengan adanya sertifikat Benih ikan, maka akan meningkatkan nilai jual hasil budidaya ikan.
6. Sertifikat Asal Rumput Laut
Mungkin terdengar membingungkan sebab namanya “rumput” namun termasuk dalam kelompok ikan. Dalam UU 31/2004 tentang Perikanan, penjelasan pasal 7 ayat (6) huruf i, bahwa jenis ikan salah satunya adalah rumput laut dan tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae).
Sertifikat asal rumput laut ini sudah diatur dalam Permen Kelautan dan Perikanan Nomor 7/PERMEN-KP/2013, menunjuk Kepala Badan Karantina Ikan sebagai otoritas yang kompeten dalam menerbitkan sertifikat asal rumput laut kepada orang atau pelaku usaha yang akan melakukan ekspor rumput laut. Tentunya, sertifikat ini nantinya sebagai pernyataan asal rumput laut yang akan diekspor.
Apakah itu berasal dari alam tanpa melalui budidaya (Alami), berasal dari rumput laut yang telah terlepas dari substratnya di alam (Bukan dari budidaya), ataukah hasil dari memanen rumput laut yang dibudidayakan di alam.
Sertifikasi HAM Perikanan
Apabila sertifikat poin 1 s.d 6 di atas konsen pada ikan atau produk hasil perikanan, maka berbeda dengan sertifikat Hak Asasi Manusia (HAM) Perikanan.
Sertifikat ini diterbitkan pada para pengusaha perikanan untuk memastikan pengusaha perikanan tersebut menghormati HAM pada pihak yang terkait dalam usaha perikanan, termasuk di dalamnya adalah awak kapal, masyarakat sekitar yang terdampak, serta mengatasi dampak pelanggaran HAM yang bisa saja terjadi.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nmor 35/PERMEN-KP/2015 Tentang Sistem dan Sertifikasi HAM pada Usaha Perikanan yang diterbitkan pada tanggal 8 Desember 2015, sebagai bentuk campur tangan pemerintah atas ditemukannya berbagai pelanggaran HAM dalam usaha perikanan.
Pelanggaran berupa perdagangan orang, kerja paksa, pekerja anak dan standar kondisi yang tidak sesuai dengan HAM. Selain itu, tugas pengawasan perlindungan dan penghormatan HAM pada usaha perikanan juga dilakukan oleh pengawas perikanan, syahbandar perikanan dan/atau pejabat berwenang lainnya.
Perlunya Kelengkapan Sertifikat Usaha Perikanan
Dari berbagai jenis sertifikat yang diwajibkan dalam usaha perikanan, mungkin menjadi pertanyaan banyak orang adalah apa pentingnya sertifikat tersebut?
Sebab pada umumnya yang paling diutamakan adalah mutu ikan yang dikonsumsi untuk manusia. Namun, ketaatan pelaku usaha terhadap aturan yang berlaku yaitu kelengkapan dokumen sertifikat, sangat penting guna meningkatkan nilai tambah produk perikanan.
Dengan demikian, apabila sertifikat yang dimiliki produk hasil perikanan sudah lengkap maka kualitasnya akan semakin terjamin bahwa ikan yang dipasarkan tersebut adalah ikan tangkapan bukan dengan cara Illegal Unreported and Unregulated (IUU) fishing.
Hal ini juga telah memenuhi standar pengolahan ikan yang baik, asal usul produk (alam atau budidaya) dan dalam pelaksanaan penangkapan hingga pengolahannya tidak melanggar HAM.
Selain sertifikasi, pembudidaya ikan juga perlu tahu seputar FCR (Feed Conversion Ratio) dalam pemberian pakan ikan. Cek artikel dibawah ini:
Baca Juga: Apa itu FCR dalam Budidaya Ikan?